[ 11 ]

Puasa Wanita Hamil dan Menyusui

Pertanyaan:

Ustadz Salim yang saya hormati, bagaimana tinjauan syar’I tentang kewajiban puasa bagi wanita hamil dan menyusui? Apakah ada rukhsoh (keringanan)? Kemudian tentang kewajiban mengqodho, apakah bolehdicicl? Dengan fidyah atau tanpa fidyah? Bagaimana dengan alternative yang diberikan kepada seorang ibu yang hamil (lemah) dan ibu menyusui yang bayinya masih kecil atau bahkan belum mendapat makanan tambahan? Bolehkah ia sehari puasa sehari tidak agar tidak berat mengqodhonya kelak? Bagaimana klasifikasinya? Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih.

Munawarroh – Bandung

Jawaban :

Pda dasarnya shaum Ramadhan hukumnya wajib bagisetiap mukalaf. Sesuai firman Allah SWT:

“Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa.” (QS, Al Baqarah:183)

Seorang ibu yang hamil termasuk dalam cakupan ayat di atas yang berarti wajib melaksanakanshaum Ramadhan. Apabila ia tidak sanggup berpuasa karena kondisi fisiknya yang tidak memungkinkan, berarti statusnya seperti orang yang sakit maka ia mendapat rukhsoh untuk ifthor (berbuka) dengan kewajibanmengqodhonya di hari-hari lain selainbulan Ramadhan tanpa membayar fidyah. Allah SWT berfirman:

“Maka barangsiapa diantara kamu yang sakit atau dalam perjalanan (lalu berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS Al Baqarah:184)

Adapun jika ia sanggup melaksanakan shaum tetapi khawatir berbahaya bagi kandungannya, maka ia mendapatkan rukhsoh untuk ifthor dengan kewajiban qodho dan membayar fidyah. (Qodho sebagai ganti puasa yang ditinggalkan, sedangkan fidyah karena keduanya termasuk dalam ayat: “Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah…” (QS Al Baqarah:184)

Ibnu Abbas berkata: “Ayat ini rukhsoh bagi orang yang lanjutusia, lelaki dan perempuat, wanita hamil dan menyusui jika khawatir terhadap anak-anaknya maka keduanya boleh berbuka dan memberi makan (fidyah).” (HR Abu Daud)

Hal yang sama juga diriwayatkan Ibnu Umar ra, dan tak seorangpun dari sahabat yang menyalahinya (Al-Mughni : Ibnu Qudamah 3/80)

Kewajiban membayar fidyah tanpa qodho hanya berlaku baginya bila tidak bias diharapkan punya kesanggupan uantuk mengqodho di hari-hari lain sampai pada masa-masa berikutnya berdasarkan hasil pemeriksaan dua orang dokter muslim yang terpercaya. Sehingga hukumnya disamakan seperti orang yang lanjut usia.

Dari Atha, ia mendengar Ibnu Abbas membaca (ayat yang artinya): “Wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya, membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin.” Ibnu abas berkata:”Ayat ini tidak dinasakh, ia untuk orang lanjut usia baik lelaku maupun perempuan yang tidak sanggup berpuasa.” (HR Bukhari)

“Dari Abdurahman bin Abi Laila dari Muadz bin Jabal diriwayatkan semisal hadits Salamah. Disebutkan : Kemudian Allah menurunkan (ayat yang artinya): “Barangsiapa diantara kamu hadir di bulan Ramadhan, maka hendaklah ia puasa pada bulan itu”. Maka Allah menetapkan puasa Ramadhan bagi orang yang mukim dan sehat dan memberikan rukhsoh bagi orang yang sakit dan musafir. Sedangkan memberikan makan (fidyah) ditetapkan bagi orang lanjut usia yang tidak sanggup lagi berpuasa.” (Mukhtashor riwayat Ahmad dan Abu Dawud)

Qodho dapat dilakukan sesuai kesanggupan seseorang. Bila seorang ibu tidak berpuasa karena khawatir kondisi fisiknya sendiri maka ia wajib mengqodho. Dan jika ia tidak berpuasa karena khawatir terhadap kandungannya, maka ia wajib mengqodho dan fidyah.

Selanjutnya : 12. Puasa Anak Balita

Sebelumnya : 10. Keluar Darah Haidh Sebelum Maghrib

[Sumber : Tarhib & Panduan Ramadhan, 50 Tanya Jawab Seputar Ibadah Puasa dan Lainnya, Dr. Salim Segaf Al-Jufri, MA]