Antara Relawan DiboPiss, Genk Motor dan Masjid-Masjid Brengsek!

moblil-jenajah-putih

Beberapa hari yang lalu, meski waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 malam terkejut karena bokap sahabat menghadap yang kuasa. Gue langsung meluncur ke TKP.

Sesampai di sana, beberapa anak genk motor sudah kumpul, ternyata solidaritas komunitas. Subhanallah… hebat banget.

Langsung masuk menemui yang berduka, memberikan ucapan duka cita dan mendo’akan almarhum. Gue keluar lagi menemui beberapa sahabat lain yang lebih dulu tiba. Tengak-tengok sepertinya ada yang ganjil… yaa…. hanya Gue lihat beberapa gelintir warga… mungkin karena larut malam??? Wallahu a’lam.

Sibuk nian mereka, apa lagi yang berduka. Hilir mudik mencari seseorang yang dapat mencarikan ambulan untuk membawa jenazah pulang ke tanah kelahiran sang ayah.

“Akhi, kita cuma dapat ambulan dari relawan Dibo Piss nie”, ujar salah seorang sahabat.

“Memang yang lain kenapa?” tanya gue .

“Urusannya ribet, musti pake ini… itu… padahal inikan urgent… nggak bisa tunggu lama-lama”, jelasnya.

“Lantas… organisasi kita gimana?”, tanya gue lagi.

“Mereka memang mudah, prosedurnya standar cuma nggak bisa ke luar kota”, jawabnya lagi.

“Fiuuuh….. sayang ya…. pak ertenya gimana?”, tanya gue lagi.

“Masih di rumahnya.”

“Ya ampun….. ada warga yang berduka kok enak-enakan tidur ya. Bukankah itu konsekuensi seorang pemimpin? Mengurusi warganya”, sergah gue…. bete.

Alhasil, ba’da Subuh sang jenazah di shalatkan ke mushala depan rumah. Yang empunya mushala terlihat bete. Sahabat gue yang berduka menghampirinya dan meminta salam dengannya. “Kreketek! Pletok! Brak!” yang empunya acuh dan menghiraukan uluran tangan sahabat sambil pura-pura sibuk membenarkan microphone.

Gue…. makin bete…

Kami terpaksa mengangkat keranda melewati pagar mushala di pintu belakang. Subhanallah…

Setelah shalat jenazah selesai, kita coba buka pintu depan mushala tersebut. MasyaAllah… gerbangnya nggak bisa dibuka.

Ggrrr….. niat nggak si bikin mushala? Dikonci kok sampe kaya gini….. brengsek!

Kembali keranda diangkat tinggi melalui pintu belakang.

Setelah jenazah dimasukkan ke dalam ambulan milik relawan Dibo Piss, sahabat menghampiri imam shalat ghaib dan memberikan sedikit uang sebagai ungkapan terima kasih. Tapi sang imam menolak dengan sopan. Kemudian sahabat menuju yang empunya mushala, dan memberikan uang juga. “Dia menerimanya?!! Dasar dableg!!”

Kemudian lamunan gue mengingat beberapa masjid yang diveto. Aktifitas yang selama ini berjalan dihentikan. Imam-imam shalat diganti. Pengkhutbah-pengkhutbah Jum’at pun diganti. Perombakan struktur organisasi secara sporadis. Alasannya “Mereka merampas masjid-masjid kami”

Hiks! Naif… sungguh naif…. Haruskah masjid diveto? Bukankah masjid milik umat? Mengapa tidak mau berbaur dan menjadikan masjid penuh syi’ar? Tidakkah merana umat ini, rakyat kecil, musafir yang kemalaman, dan para remaja-remaja yang miskin kegiatan keagamaan. Mengapa harus dikunci? Tidak lihatkah generasi umat telah jauh dari agama? Mereka mabok-mabokan! Main judi! Kongkow-kongkow nggak karuan! Tidakkah kalian memikirkan umat? Mengapa? Mengapa mereka tega menghancurkan diri mereka sendiri? Tidak sudikah masjid menjadi makmur dan menjadi pusat kegiatan umat seperti dulunya?

Untuk relawan Dibo Piss and Slanker maniac, gue salut banget. Kalian sudah melakukan yang terbaik.

Untuk anak-anak genk motor terus lakukan hal-hal positif dan relawan Dibo Piss. Thanks karena sudah ikut mengurusi dan mengantar jenazah?

Untuk masjid-masjid brengsek! Semoga kalian menyadari kekhilafan kalian. Sementara untuk masjid-masjid yang memfungsikan diri sesuai dengan takdirnya… Saaluuuuut……

Termenung…….